Kisah ini terjadi di sebuah majelis ilmu yang dipimpin oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, seorang ulama besar yang dikenal akan keluasan ilmunya dan kerendahan hatinya. Dalam majelis tersebut, seorang lelaki tampak kebingungan, tidak memahami apa yang disampaikan oleh Syaikh. Maka, Syaikh bertanya kepada lelaki tersebut, “Wahai Fulan, apakah engkau memahami apa yang saya sampaikan?” Lelaki itu dengan jujur menjawab, “Tidak, wahai Syaikh.”
Kemudian Syaikh bertanya lagi, “Lalu untuk apa engkau hadir di majelis ini?” Jawaban lelaki tersebut membuat Syaikh terharu dan menangis. Ia menjawab, “Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Mereka (para penuntut ilmu) adalah kaum yang tidak akan sengsara orang yang duduk bersama mereka.’”
Mendengar jawaban ini, Syaikh al-‘Utsaimin berkata, “Kita datang untuk mengajarkannya, namun dia yang mengajarkan kita.”
Kisah ini menunjukkan bagaimana keberkahan ilmu tidak hanya terletak pada pemahaman yang didapatkan, tetapi juga pada niat dan keberadaan seseorang di dalam lingkungan ilmu.
Beberapa Dalil Tentang Keutamaan Majelis Ilmu
- Keutamaan Majelis Ilmu
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah, membaca kitab-Nya dan saling mempelajarinya di antara mereka, kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, mereka diliputi rahmat, dikelilingi malaikat, dan Allah menyebut-nyebut mereka di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya."
(HR. Muslim, no. 2699)
Dalil ini menunjukkan keutamaan hadir di majelis ilmu, di mana para penuntut ilmu akan mendapatkan ketenangan, rahmat, serta keberkahan yang luar biasa.
- Keberkahan Duduk Bersama Orang-Orang Shalih
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk adalah seperti pembawa minyak wangi dan pandai besi. Pembawa minyak wangi akan memberimu hadiah, atau engkau membeli darinya, atau setidaknya engkau mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi ia akan membakar pakaianmu atau engkau mendapatkan bau tidak sedap darinya."
(HR. Bukhari, no. 2101; Muslim, no. 2628)
Hal ini mengajarkan pentingnya memilih lingkungan yang baik, termasuk duduk bersama para penuntut ilmu yang membawa manfaat, bahkan meski kita belum memahami sepenuhnya ilmu tersebut.
- Keutamaan Niat yang Ikhlas
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan."
(HR. Bukhari, no. 1; Muslim, no. 1907)
Lelaki dalam kisah ini meski tidak memahami, tetapi ia hadir dengan niat ikhlas untuk mendapatkan keberkahan dari majelis ilmu. Inilah yang membuat jawabannya begitu menyentuh hati Syaikh al-‘Utsaimin.
Pelajaran yang Bisa Diambil
-
Keikhlasan dalam Menuntut Ilmu
Niat yang tulus dalam menghadiri majelis ilmu adalah kunci keberkahan, bahkan jika pemahaman kita belum sempurna. Allah menilai usaha dan niat, bukan semata hasil. -
Keutamaan Berada di Lingkungan Ilmu
Hanya dengan duduk di majelis ilmu, seseorang bisa mendapatkan keberkahan, rahmat, dan dijauhkan dari kesengsaraan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. -
Kerendahan Hati Seorang Guru
Kisah ini menunjukkan keteladanan Syaikh al-‘Utsaimin, yang menangis karena merasa mendapatkan pelajaran dari seorang muridnya. Ini mencerminkan sikap tawadhu’ (rendah hati) seorang ulama sejati.
Semoga kita senantiasa diberi kemudahan untuk menghadiri majelis ilmu dan mendapatkan keberkahannya, sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah janjikan.